ENVY*: Dari Tongkrongan ke Panggung Hip Hop Nasional

Foto: ENVY* / @envytothe
MALANG, MOREARTMOREIT – Jakarta tak pernah kehabisan talenta baru, dan salah satu nama yang mencuat dari kancah hip hop lokal adalah ENVY*. Kolektif musik asal ibu kota ini bukan sekadar grup rap biasa mereka hadir dengan semangat DIY (do-it-yourself), lirik yang penuh makna, serta karakter musikal yang berani menembus batas genre.
Berawal dari Nongkrong, Tumbuh Jadi Kolektif
ENVY* terbentuk pada akhir 2017 oleh sekelompok teman nongkrong yang memiliki ketertarikan serupa terhadap dunia hip hop. Awalnya hanya iseng membuat lagu, siapa sangka karya mereka justru mendapat sambutan positif.
Beranggotakan delapan orang, ENVY* terdiri dari lima rapper (Quest, Anima, Fat B, Hazy Dael, dan Isiah), produser sekaligus sound engineer Adeel (O’deelio), serta Arif (Shiayo) sebagai manajer. Dalam perjalanannya, kolektif ini juga menyambut dua anggota baru, KidQuest dan Ziyan Agrily, yang menambah kekayaan karakter dalam karya mereka.
Foto: ENVY* / @envytothe
Lirik Penuh Gagasan dan Emosi Personal
Kekuatan ENVY* terletak pada keberanian mereka mengekspresikan diri tanpa batas. Lirik-lirik mereka tak hanya bicara soal gaya hidup, tapi juga menyentuh tema sosial, relasi keluarga, hingga pergulatan personal. Single “Dear, Mom” misalnya, menjadi potret emosional hubungan ibu dan anak yang penuh dinamika jauh dari stereotip lirik hip hop yang klise.
“THE GRAND CHASE”: Album dengan Narasi Reflektif
ENVY* merilis album sophomore bertajuk THE GRAND CHASE pada tahun 2023 lalu, sebuah karya ambisius dengan narasi ‘breaking the fourth wall’. Di mana hidup dipandang sebagai simulasi yang absurd namun penuh refleksi. Album ini berisi 11 trek yang menampilkan sejumlah kolaborator seperti Dzulfahmi dan Faye Risakotta. Dengan komposisi musik yang lebih kompleks dan personal, ENVY* berharap karya ini dapat menjadi penyemangat maupun penghibur bagi para pendengarnya.
Foto: ENVY* / @envytothe
Melawan Stereotip “Rapper Club”
Meski kerap dikaitkan dengan citra “rapper club” karena sering tampil di bar dan klub, ENVY* terus berusaha mendobrak stereotip itu. Mereka ingin dikenal lewat karya, bukan sekadar suasana tempat mereka tampil. “Kami mulai dari nol, enggak ada modal, enggak ada mic, enggak ada channel. Tapi kami percaya kalau niat kuat, karya bisa bicara,” ujar Arif.
Mereka ingin dikenal lewat kualitas karya ENVY* ingin menunjukkan bahwa panggung sesungguhnya ada dalam hati pendengar.
Bergerak dari komunitas kecil menuju panggung-panggung besar, ENVY* membuktikan bahwa semangat kolektif, kebebasan berekspresi, dan konsistensi bisa jadi senjata utama untuk bertahan dan bersinar di industri musik Indonesia yang makin kompetitif.