Bersuara Lewat Karya: Perjuangan Keadilan Tragedi Kanjuruhan yang Tidak akan Hilang dan Padam dari Bumi Arema
Ekspresionisme terhadap tragedi Kanjuruhan di Pos Polisi Kayutangan, sumber: fortuna creative
MOREART-MOREIT – “Satu tiga lima (135) itu bukan angka, 135 itu korban jiwa. Arek-arek Malang kalian tak sendiri! Arek-arek Malang kalian tak sendiri,” itulah lirik lagu perjuangan karya suporter di Indonesia. Lagu ini dinyanyikan untuk memberi dukungan kepada Arek-arek Malang pasca Tragedi Kanjuruhan.
Tragedi Kanjuruhan menjadi sejarah kelam dunia sepak bola internasional. Tragedi yang terjadi 1 Oktober 2022 itu tentunya menyisakan duka bagi masyarakat Indonesia, terutama arek-arek Malang.
Dikutip dari tempo.co, tragedi tersebut mengakibatkan korban jiwa sebanyak 135 orang, 96 luka berat, dan 484 mengalami luka ringan.
Tragedi tersebut sontak menggugah simpati warga global yang beramai-ramai menyuarakan belasungkawanya. Hal itu dilakukan dengan berbagai cara oleh FIFA hingga klub-klub dan suporternya di seluruh penjuru dunia. Baik melalui aksi ‘Minute of silence’ sebelum kick off hingga aksi koreografi yang dilakukan para suporter.
Di Indonesia, berbagai aksi telah dilakukan dalam rangka menuntut keadilan untuk korban tragedi. Termasuk para suporter yang mulai bersatu dengan tuntutan ‘Usut Tuntas’ di berbagai daerah.
Dilansir dari laman komnasham.go.id Oktober tahun lalu, Komnas HAM terus mengawal pelaksanaan rekomendasi atas peristiwa tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Hal itu dilakukan dengan memberikan sejumlah catatan penting atas peristiwa tersebut.
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Anis Hidayah menyinggung belum tuntasnya pemenuhan berkas tersangka mantan Direktur PT. LIB karena perbedaan pendapat antara Kejaksaan dengan kepolisian mengenai pemenuhan unsur dalam pasal yang disangkakan.
Menurut Anis pihaknya menemukan sejumlah persoalan dalam pemulihan korban Tragedi Kanjuruhan, diantaranya putusan pengadilan tidak mengatur atau tidak menegaskan tanggung jawab pelaku dalam restitusi dan rehabilitasi korban.
“Kemudian layanan dan bantuan untuk pemulihan korban juga belum merata. Ada kecenderungan tidak tepat sasaran termasuk layanan pemulihan fisik, psikologis, sosial, ekonomi,” terang Anis.
Komnas HAM juga menilai mekanisme penerimaan dan penyaluran bantuan terhadap korban yang sporadis, dan tidak terkonsolidasi.
Belum sepenuhnya selesai, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), resmikan akan merenovasi Stadion Kanjuruhan.
Dilansir dari laman indonesiabaik.id, hal ini mengacu dalam kesepakatan Pemerintah RI dengan FIFA, salah satu fokus perubahan yang ditekankan yaitu mengenai standar keamanan dalam stadion. Salah satu faktornya mengutamakan keselamatan penonton dan pemain.
Renovasi rencananya akan dilakukan sesuai dengan rekomendasi hasil audit Tim Evaluasi Teknis Keandalan Stadion Kanjuruhan.
Selain menyisakan duka dan pro kontra, tragedi Kanjuruhan membuat liga Indonesia sempat diberhentikan selama sepekan. PSSI juga memberikan beberapa sanksi untuk pihak Arema FC. Akan tetapi masyarakat menilai denda dan sanksi larangan menyelenggarakan pertandingan kandang tidaklah sebanding.
“Menurut saya sanksi itu sungguh tidak adil, klub seolah tutup mata dan malah melanjutkan kompetisi,” ujar Rahman salah seorang warga Malang.
Di tengah duka yang begitu mendalam dan sanksi yang resmi diberikan, Arema FC masih melanjutkan liga dengan pro dan kontra di mata masyarakat. Beberapa yang pro memilih untuk tetap mendukung tim kebanggaan itu. Yang lain memilih untuk pensiun mendukung Arema FC sebelum keadilan benar-benar hadir untuk korban.
Di media sosial, para suporter mengecam keras tindakan Arema FC yang masih saja melanjutkan kompetisi. Mereka menyatakan pendapatnya dengan menyebut Arema FC sebagai klub nirempati.
Kritik sosial melalui mural di Flyover Mergosono
Seni di Tengah Perjuangan Tragedi Kanjuruhan yang Meredup
Aksi-aksi yang dilakukan terutama oleh warga Malang tampaknya lambat laun mulai memadam. Dari hasil wawancara kepada beberapa warga Malang, aksi yang dilancarkan seolah kini mulai tidak terdengar, “Menurut saya selain itu juga sebagian suporter Indonesia terutama Aremania sudah mulai lupa dengan tragedi,” ujar salah seorang penggiat Arema.
Meski terlihat mulai redup, di jalanan Kota Malang masih sering dijumpai mural dan poster sebagai bentuk transformasi aksi yang dilakukan. Seni menjadi wadah penyampaian ekspresi dan pendapat, menjadi salah satu bentuk protes yang masih eksis terlihat.
Bentuk protes itu disampaikan oleh supporter dengan koreonya dan nyanyiannya. Penyanyi dengan prolognya di awal, pelukis dengan muralnya di jalanan, hingga golongan perlawanan minoritas yang aktif menempelkan poster usut tuntas di ujung-ujung jalan.
Pengekspresian yang kuat menghasilkan karya seni yang beragam. Melalui coretan tembok di sudut-sudut kota menjadikannya kritik sosial untuk pemerintah. Mulai dari tulisan “ACAB” hingga karikatur tragedi kanjuruhan tak luput dituangkan pada sebuah tembok tua.
Kritik sosial menjadikan ikon,karya seni dan semangat untuk menuntut keadilan. Namun, coretan-coretan nakal menjadikannya vandalisme belaka.
Prasetyo, warga Malang yang lain, menyampaikan pendapat tentang alasan menurunnya gerakan untuk menuntut keadilan tragedi Kanjuruhan. “Menurut saya ya karena tidak digubris klub makanya kaya menurun kepeduliannya,” ujarnya
Pada akhirnya, tragedi Kanjuruhan telah mengukir luka yang mendalam dalam hati masyarakat Malang dan seluruh Indonesia. Bekas luka itu masih terasa dalam doa-doa dan harapan akan keadilan.
Aksi protes yang dahulu kuat kini mulai memudar, dan banyak yang percaya bahwa klub sepak bola dan masyarakat secara umum mulai melupakan tragedi ini. Namun, seni tetap menjadi bentuk protes yang eksis dan menyala di tengah kegelapan. Dalam mural, lagu-lagu, dan koreografi suporter, suara-suara itu tetap terdengar.
Tragedi Kanjuruhan tidak hanya menjadi bagian dari sejarah sepak bola, tetapi juga menjadi cermin dari sistem hukum yang belum sempurna dan perjuangan yang perlahan memudar. Namun, melalui seni dan ekspresi, suara-suara itu tetap bergema, mengingatkan kita semua akan pentingnya terus menuntut keadilan, meskipun terkadang di tengah kegelapan, suara itu terdengar samar.