Farid Stevy Asta dan Perjalanan Mencipta: Menyatukan Seni, Musik, dan Identitas Visual

Sumber foto: Instagram @faridstevy
MALANG, MOREARTMOREIT — Farid Stevy Asta bukan hanya dikenal sebagai vokalis band FSTVLST, tapi juga sebagai seniman multidisiplin yang menjadikan seni sebagai jalan hidup. Ia menjelajahi ranah desain, seni rupa, dan musik, lalu menjahitnya menjadi bahasa visual yang khas serta penuh makna.
Awal Karier Farid Stevy: Dari Jalanan ke Galeri Seni
Perjalanan seni Farid dimulai sejak masa kuliahnya. Bersama beberapa rekan, ia bereksperimen dengan seni jalanan, memanfaatkan media sederhana seperti stensil, poster, dan stiker untuk menyampaikan pesan sosial di ruang publik.
Berbeda dengan grafiti yang sering dikaitkan dengan simbol geng, karya-karya Farid menampilkan bentuk, karakter, serta kritik sosial yang kuat. Eksplorasi ini kemudian membuka jalannya ke panggung seni yang lebih besar.
Pada tahun 2009, Farid berpartisipasi dalam Biennale Jogja, salah satu ajang seni rupa paling bergengsi di Indonesia. Momen ini menjadi titik balik yang menegaskan bahwa seni bukan hanya ekspresi, tetapi juga alat perjuangan dan penyampaian gagasan.
Identitas Visual: Simfoni Tiga Warna Khas Farid
Tahun 2013, Farid menggelar pameran tunggal di Kendra Gallery, Bali. Pameran ini menjadi momen penting dalam pencarian identitas visualnya. Di sana, ia berhasil menyatukan tiga dunia yang ia geluti — desain, seni rupa, dan musik — ke dalam satu estetika yang konsisten.
Ia memilih tiga warna utama: merah, hitam, dan putih. Warna-warna ini bukan sekadar elemen desain, melainkan simbol visual yang terus muncul di berbagai medium. Mulai dari poster panggung FSTVLST, pameran seni rupa, hingga desain album dan merchandise, ketiga warna ini membentuk narasi visual yang kuat dan mudah dikenali.
Karya yang Bersuara: Kritik Sosial dalam Bentuk Visual
Karya Farid tidak hanya menghadirkan estetika, tetapi juga menyuarakan pesan. Ia kerap memadukan tipografi mencolok dengan kutipan kritik sosial atau potongan lirik lagu, menciptakan pengalaman visual yang menggugah kesadaran.
Salah satu karya menonjolnya, “Nyanyian Darurat”, menunjukkan bagaimana seni dapat menjadi bentuk perlawanan yang tenang namun berdampak. Melalui potret tokoh publik yang ia ubah menjadi simbol sosial, Farid mengajak penonton untuk merenungkan relasi antara kekuasaan, moral, dan masyarakat.
FSTVLST: Musik, Gagasan, dan Estetika yang Terpadu
Di dunia musik, Farid berperan bukan hanya sebagai vokalis, tetapi juga sebagai otak visual dari FSTVLST. Ia merancang sampul album, poster tur, hingga merchandise dengan gaya visual yang khas — semua merefleksikan identitas artistiknya.
Karena itu, tidak mengherankan jika FSTVLST sering dianggap sebagai proyek seni multidisiplin, bukan sekadar band. Ada sinergi antara suara dan visual, antara panggung dan gagasan, yang membuatnya unik dan autentik.
Seni Rupa sebagai Ruang Paling Jujur
Meski aktif di berbagai medium, Farid menyebut seni rupa sebagai ruang paling jujur untuk dirinya. Dalam wawancara bersama whiteboardjournal.com (15 April 2025), ia mengungkapkan bahwa seni rupa memberinya kebebasan untuk berbicara tanpa batasan klien atau tekanan pasar.
Karya-karya terbarunya banyak mengeksplorasi hubungan manusia dengan ruang — baik ruang kota maupun ruang dalam diri. Ia mengajak penikmat karyanya untuk tidak hanya mengagumi visualnya, tetapi juga merenung dan mempertanyakan makna di baliknya.
Kesimpulan: Seni sebagai Perjalanan Tanpa Batas
Farid Stevy Asta terus menunjukkan bahwa seni tidak terbatasi oleh genre atau medium. Ia mengaburkan garis pemisah antara desain, musik, dan seni rupa, serta menjadikan semuanya sebagai alat untuk menjelajahi diri dan dunia.
Baca Juga: “Anjing Berkokok”: Kegilaan yang Tidak Perlu Sembuh, Tabib Gila dan Pemberontakan yang Nyata
Dari jalanan Jogja ke galeri seni, dari panggung musik ke ruang pameran, Farid menyampaikan satu pesan yang konsisten: seni bukan sekadar karya, melainkan cara untuk hidup, bertanya, dan melawan.