Kembalinya Api Perlawanan: Flowthentic dengan Album Kedua “Konsumsi Publik”

Album “Konsumsi Publik”, oleh Flowthentic. (Sumber Foto: Instagram @flowthentic)
MALANG, MOREARTMOREIT – Pada sela bisingnya kota Jakarta yang tiada habisnya, sekelompok musisi dari Rawamangun telah kembali dengan api perlawanan melalui musik.
Flowthentic, merupakan band rock yang memiliki semangat, dan keras kepala dalam menolak tunduk terhadap arus komersial. Melalui album “Konsumsi Publik”, yang resmi dirilis pada 9 Mei 2025, siap menghadirkan 14 trek. Flowthentic menyajikan lagu yang penuh energi dan kritik sosial yang pedas, dimana menjadikannya sebagai alat perlawanan dengan musik.
Perjalanan, dari Garasi ke Panggung Dunia
Band Flowthentic terkenal dengan gaya musik “Rawrock”, yang merupakan perpaduan energi rock mentah, dengan elemen garage rock, funk, hingga metal. Band yang digawangi oleh Vairawan Dhuha Uzmana (vokal), Alifanzar Putra (gitar), Fritz Kaunang (bass), dan Joey Dave (drum).
Mereka lekat dengan panggung-panggung underground Jakarta, tempat distorsi keras dan lirik tajam menjadi bagian dari bahasa perlawanan sehari-hari.
Flowthentic “Konsumsi Publik” Lirik Tajam, dan Nada yang Gahar
Album “Konsumsi Publik”, oleh Flowthentic. (Sumber Foto: Instagram @flowthentic)
Dalam album keduanya, yang bertajuk “Konsumsi Publik”, Flowthentic memberikan lirik yang metaforis dan kuat, yang memperbincangkan mengenai tekanan hidup perkotaan, ketimpangan sosial, dan degradasi nilai kemanusiaan.
Alih-alih menyuguhkan komposisi yang penuh emosi dan energi, mereka berani akan resiko dengan formula musik pop yang dapat orang putar dengan radio.
Single pembuka dalam album ini, yaitu “Korban Tren Abad 21” menyajikan kritik budaya konsumerisme modern. Bernuansa funky yang jarang ada pada skena rock lokal. Lagu ini menyuarakan keresahan generasi muda yang terjebak dalam lingkaran tren digital, dan tekanan media sosial.
“Kami ingin musik kami jadi refleksi dari realitas yang kadang pahit. Bukan cuma untuk menghibur, tapi juga untuk mengusik dan menggugah,” ujar Alifanzar, gitaris Flowthentic, dalam sebuah wawancara imajiner. “Musik adalah senjata kami, dan lirik adalah pelurunya.”
Suara dari Rawamangun
Berparak dengan band dengan jalur komersial, Flowthentic enggan tunduk terhadap tekanan industri. Mereka menulis syair musik dari garasi-garasi kecil di Rawamangun, dengan idealisme yang tetap kuat meski berhadapan dengan kerasnya realita industri musik.
“Kami nggak mau musik kami sekadar jadi noise di tengah keramaian. Kami ingin jadi teriakan di tengah kesunyian, panggilan untuk sadar dan peduli,” tambah Vairawan, sang vokalis.
Flowthentic “Konsumsi Publik” Menembus Batas, Menantang Arus
Album “Konsumsi Publik”, oleh Flowthentic. (Sumber Foto: Instagram @flowthentic)
Selanjutnya melalui album “Konsumsi Publik”, Flowthentic menyerukan kepada pendengar untuk berfikir kritis dan peka dengan isu-isu sosial yang kerap terpinggirkan. Mereka tak ingin menjadikan karyanya hanya untuk sekedar bagian dalam gelombang musik instan, namun mereka ingin menantang arus dengan lirik yang berani dan nada yang keras.
Baca Juga: 3 Visual Artist Asal Indonesia yang Mendunia
Album ini menjadi sebuah pernyataan keras, bahwa dibalik gemuruh kota yang terkontaminasi dengan hiruk pikuk digital. Masih banyak suara-suara yang menolak untuk diam, dan Flowthentic adalah salah satunya.