Salah satu produk pakaian jamur Mycotech, sumber: Facebook: MYCL-Mycotech Lab & Instagram @mycl.lab 

MOREART-MOREIT– Selain jadi bahan pangan fungsional, ternyata jamur bisa diubah jadi produk fashion yang keren lho Morpips! Seperti yang dilakukan Adi Reza Nugroho, pendiri PT Miko Bahtera Nusantara (Mycotech), sebuah startup inovatif yang mengembangkan kulit vegan dari miselium jamur.

Mycotech adalah salah satu mitra kerja sama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang berhasil mengembangkan kulit ramah lingkungan dari miselium jamur.

Ide untuk mengubah jamur jadi kulit vegan muncul tanpa sengaja. Awalnya, Adi dan timnya sedang mengerjakan proyek untuk mengubah jamur jadi bahan bangunan komposit.

Ternyata limbah dari pengolahan ini bisa diolah lagi jadi lembaran kulit yang fleksibel dan ramah lingkungan. Kulit jamur ini bisa menggantikan kulit hewan dan kulit sintetis berbasis minyak bumi, dan yang lebih seru lagi, proses produksinya hanya butuh waktu 60 hari.

Kulit vegan ini diproduksi tanpa membahayakan hewan dan bebas campuran kimia. Berdasarkan laporan pengujian limbah cair, kulit jamur hasil penyamakan hanya mengandung 0,05 mg/L, jauh lebih rendah dibanding praktik industri penyamakan yang biasanya mengandung 30 mg/L. Gas rumah kaca yang dihasilkan juga lebih rendah, hanya 0,022 ton CO2e/m2, setengah dari emisi yang dihasilkan oleh penyamakan kulit konvensional.

Berkat kepiawaian seorang desainer, kulit jamur tersebut sukses diubah menjadi produk fashion. Inovasi ini semakin banyak dilirik industri fashion yang sadar akan kelestarian lingkungan.

Mycotech mendapat banyak keuntungan dari kerja sama dengan BRIN sejak 2019. Mereka dapat mengakses koleksi jamur dari fasilitas riset BRIN dan menemukan jenis jamur yang tumbuh dua kali lebih cepat.

Mycotech juga mendapatkan transfer teknologi untuk mengoptimasi produk mereka dengan pemanfaatan enzim laccase, serta akses ke tenaga ahli di bidang jamur dan material selulosa, sehingga menghasilkan produk berkualitas tinggi. Berkat kesuksesan kulit vegan ini, Mycotech berkolaborasi dengan enam brand fashion global dan mengikuti Paris Fashion Week, mencatat sales agreement dengan total nilai lebih dari 10 juta dolar AS.

Tak hanya sukses di kancah internasional, Mycotech juga berhasil mendapatkan pendanaan sebesar 250 ribu dolar Singapura (sekitar Rp 3 miliar) di Philanthropy Asia Summit 2024. Dana ini akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan mengembangkan bisnis mereka.

Mycotech juga sedang dalam proses transisi menuju skala komersialisasi, dengan harapan Mylea™, produk kulit vegan mereka, semakin kuat di pasar Singapura dan Jepang.

Teknologi mycelium yang digunakan Mycotech tidak hanya ramah lingkungan tapi juga efektif. Proses pembuatan kulit ini menghasilkan emisi karbon 16,8 persen lebih rendah, menghemat air sebanyak 70 persen, dan hemat energi sebanyak 17 persen. Mylea™ juga memiliki performa yang setara dengan kulit hewan, mulai dari fleksibilitas, ketahanan gesek, hingga kekuatan tarik dan ketahanan sobek.

Untuk memperkenalkan teknologi ramah lingkungan ini ke masyarakat luas, Mycotech meluncurkan kampanye “We The Future” (WTF) dan membuka pop-up store bersama mitra mereka di Shibuya, Jepang, serta di Melbourne Fashion Week, Australia. Mereka juga berpartisipasi di ajang Paris Fashion Week bersama desainer pemenang LVMH Prize, Doublet.

Ke depan, Adi berencana menjadikan Mycotech sebagai perusahaan berbasis pengetahuan. Dengan skema lisensi atau joint venture, Mycotech bisa mereplikasi produksi mereka dan terus melahirkan inovasi baru.

Seorang mycologist Amerika Serikat, Paul Stamets, pernah menyatakan bahwa jamur dapat menyelamatkan dunia. Dengan teknologi yang inovatif, Mycotech membuktikan bahwa jamur tidak hanya bisa dimakan, tapi juga bisa dipakai.