Mengupas Makna Budaya Ogoh-Ogoh pada Hari Raya Nyepi

MALANG, MOREARTMOREIT– Bali selalu memiliki cara yang unik dalam mengekspresikan budaya dan tradisi, salah satunya melalui karya Ogoh-Ogoh. Patung raksasa yang dibuat dengan penuh Kreatifitas ini menjadi daya tarik untuk wisatawan. Ogoh-ogoh juga memiliki nilai filosofis dan spiritual yang mendalam untuk masyarakat sana, terutama bagi mereka yang beragama Hindu. Biasanya, Patung ini mereka buat untuk meramaikan acara Hari Raya nyepi.
Lantas bagaimana asal usul dan tradisi ogoh-ogoh? Apa makna filosofis dalam perayaan nyepi? Simak ulasan lengkapnya berikut ini.
Asal Usul dan Tradisi
Ogoh-Ogoh merupakan karya seni berbentuk raksasa yang biasanya terbuat dari bambu, kertas, dan bahan ringan lainnya. Tradisi ini berasal dari perayaan Hari Raya Nyepi, yang merupakan pergantian tahun dalam kalender Saka. Puncak dari ritual ini terjadi pada malam sebelum Nyepi, yang dikenal sebagai ‘Pengerupukan’.
Pada malam Pengerupukan, Ogoh-Ogoh diarak keliling desa sebelum akhirnya dibakar. Ritual ini melambangkan pembersihan dan pemusnahan kekuatan jahat agar tidak mengganggu keseimbangan dunia. Seiring berkembangnya zaman, Ogoh-Ogoh kini tidak hanya berbentuk makhluk menyeramkan, tetapi juga menghadirkan sosok dari cerita mitologi, figur kepahlawanan, atau bahkan sindiran terhadap isu sosial.
Makna Filosofis dalam Perayaan Nyepi
Dalam ajaran Hindu, Ogoh-Ogoh melambangkan ‘Bhuta Kala’, yang merepresentasikan sifat-sifat negatif dalam diri manusia seperti keserakahan, amarah, dan kesombongan. Dengan mengarak dan membakar Ogoh-Ogoh, masyarakat Bali mempercayai bahwa mereka telah membersihkan diri dari energi buruk tersebut, sehingga dapat menjalani tahun baru dengan hati yang lebih suci dan damai.
Tradisi ini juga merupakan bagian dari persiapan menuju Hari Raya Nyepi, di mana setelah ritual Pengerupukan, umat Hindu melaksanakan Catur Brata Penyepian. Dalam sehari penuh, masyarakat Bali menjalankan empat pantangan utama, yaitu amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), amati geni (tidak menyalakan api atau listrik), dan amati lelanguan (tidak mencari hiburan). Penyucian diri melalui Ogoh-Ogoh menjadi langkah awal sebelum memasuki ketenangan dan perenungan dalam Nyepi.
Daya Tarik Wisata dan Pelestarian Budaya
Seiring dengan kemajuan pariwisata di Bali, tradisi Ogoh-Ogoh kini menjadi salah satu atraksi budaya yang menarik minat wisatawan dari berbagai penjuru dunia. Festival ini menghadirkan beragam Ogoh-Ogoh dengan desain yang semakin kreatif dan spektakuler, bahkan sering kali mengadakan lomba untuk memberikan apresiasi kepada para seniman lokal.
Baca Juga: KAI Daop 8 Surabaya Meriahkan Mudik Lebaran 2025 dengan Livery Ramadhan
Namun, tantangan pelestarian budaya ini juga semakin besar. Beberapa masyarakat mengkhawatirkan bahwa unsur sakral dari Ogoh-Ogoh mulai bergeser menjadi sekadar hiburan semata. Oleh karena itu, penting bagi generasi muda Bali untuk tetap memahami esensi dari ritual ini agar nilai spiritualnya tidak pudar.
Source : akun X @dewayudis
Ogoh-Ogoh bukan sekadar karya seni atau tontonan menarik, tetapi juga memiliki makna mendalam. Dalam kehidupan masyarakat Bali, terutama dalam perayaan Hari Raya Nyepi. Lebih dari sekadar tradisi, Ogoh-Ogoh mengajarkan pentingnya refleksi diri, membersihkan hati dari hal-hal negatif, serta menjaga keharmonisan antara manusia, alam, dan Tuhan. Dengan melestarikan tradisi ini, Bali tidak hanya mempertahankan identitas budayanya, tetapi juga terus mengajarkan nilai-nilai luhur kepada generasi mendatang.