Rumah Budaya Ratna, Titik Temu Literasi, Seni, dan Komunitas di Malang

Rumah Budaya Ratna
Sumber foto Rumah Budaya Ratna: Semilir.co @Yasminia Hirawati

MALANG, MOREARTMOREIT – Rumah Budaya Ratna berdiri di jantung Kota Malang, di sebuah rumah sederhana di Jalan Diponegoro yang kini kembali hidup sebagai ruang penuh semangat. Dulunya, rumah ini menjadi tempat tinggal Ratna Indraswari Ibrahim, sastrawan perempuan yang konsisten menyuarakan isu perempuan dan kelompok marjinal lewat karya-karyanya. Kini, tempat itu menjelma menjadi ruang di mana seni, literasi, dan komunitas saling merayakan keberagaman dalam suasana yang terbuka dan akrab.

Dari Ruang Pribadi Jadi Rumah Budaya Ratna

Peresmian Rumah Budaya Ratna pada 24 Agustus 2024 oleh keluarga dan sahabat Ratna sebagai bentuk penghormatan atas kiprah dan warisannya dalam dunia literasi dan advokasi sosial. Alih-alih menjadi museum sunyi, rumah ini justru hidup kembali sebagai ruang yang penuh interaksi.

Ruang-ruang di dalamnya kini bisa untuk ruang diskusi, pementasan, lokakarya, hingga pameran seni. Salah satu kamar pribadi Ratna bahkan disulap menjadi perpustakaan mini yang terbuka untuk publik. Siapa pun boleh datang untuk membaca, berdiskusi, atau hanya duduk menikmati atmosfer penuh kenangan.

Ruang Inklusif untuk Semua Kalangan

Salah satu kekuatan utama RBR adalah keterbukaannya. Tempat ini tidak ada batasan untuk  usia, profesi, atau latar belakang pengunjung. Anak-anak sekolah, mahasiswa, seniman, penulis, hingga penyandang disabilitas merasa bebas di sini.

Benny Ibrahim, adik Ratna sekaligus pengelola RBR, menyebut rumah ini sebagai ruang belajar yang egaliter. Ia percaya bahwa siapa pun bisa bertumbuh jika terdapat ruang yang aman dan mendukung. Ia mengenang salah satu mantan anak didik Ratna, seorang penyandang disabilitas, yang kini telah menulis enam novel. Cerita itu menjadi contoh nyata dampak inklusivitas dalam dunia literasi.

Rumah Budaya Ratna Tempat Tumbuhnya Komunitas dan Gagasan

Hari demi hari, Rumah Budaya Ratna menjadi simpul bagi berbagai komunitas lokal. Forum diskusi, kelompok seni, akademisi, dan warga sekitar rutin berkumpul di sini. Tidak ada sekat formal, semua berdialog sebagai sesama pencinta pengetahuan dan budaya.

Banyak yang menyebut RBR sebagai rumah kedua. Bukan hanya karena mereka sering datang, tetapi karena tempat ini memberikan rasa memiliki. Ide-ide tumbuh secara organik, dan relasi antarindividu terjalin tanpa batasan.

Akrab, Membumi, dan Tanpa Penghakiman

Tidak seperti institusi budaya lainnya yang kadang terasa eksklusif, Rumah Budaya Ratna justru membumi dan hangat. Seorang seniman lokal menyebutnya sebagai “ruang yang tidak menghakimi dan selalu memberi tempat untuk ide baru.”

Suasana tersebut membuat banyak pengunjung kembali menemukan semangat untuk membaca dan menulis. Di sini, tidak ada tekanan. Hanya ruang untuk mendengar, dihargai, dan menemukan kembali makna dalam proses kreatif.

Rumah Budaya Ratna Bersama Merawat Harapan

Rumah Budaya Ratna yang ada di Malang ini bukanlah ruang yang statis. Ia tumbuh bersama komunitas yang menjaganya. Setiap kegiatan di dalamnya menjadi upaya kolektif untuk menjaga api semangat seni dan literasi tetap menyala.

Baca Juga: Ciri Khas Desain Grafis Minimalis

Bagi para pengunjung, RBR adalah tempat untuk belajar bertahan, bersuara, dan mencipta makna. Dan selama masih ada yang percaya pada kekuatan kata, gambar, dan suara, rumah ini akan terus menjadi sumber harapan di tengah perubahan zaman.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *