Sultan Hamid II desainer logo garuda, sumber : Gramedia.com
MOREART-MOREIT-Simbol atau lambang Garuda Pancasila ternyata memiliki sejarah yang filosofis dibalik pencetusannya. Di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 36 ayat A, disebutkan bahwa lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Lantas mengapa Garuda dipilih sebagai simbol negara dan bagaimana sejarah di balik lambang tersebut? Simak baik-baik penjelasan berikut!
Berdasarkan catatan sejarah, rupanya lambang negara Indonesia terinspirasi dari arca Garuda Wisnu yang ditemukan di Trawas, Jawa Timur. Dalam ajaran Hindu, Garuda merupakan kendaraan Dewa Wisnu. Burung tersebut digambarkan memiliki tubuh emas, wajah putih dan sayap berwarna merah. Kepala, paruh dan sayapnya mirip dengan burung elang jawa yang masih hidup hingga kini, tetapi Garuda, namun tubuhnya menyerupai tubuh manusia.
Dikutip dari tirto.id, dalam buku berjudul 6000 Tahun Sang Merah Putih, Mohammad Yamin menyebutkan Garuda sebagai kendaraan Dewa Wisnu sudah mulai dikenal orang-orang nusantara sejak abad kelima. Kerajaan Hindu pada saat itu, seperti Kerajaan Tarumanegara yang dipimpin oleh Purnawarman sudah mengenal simbol Garuda.
Tak hanya itu, simbol ini dapat ditemukan pada arca dan relief candi-candi Hindu seperti Prambanan, Mendut, Sojiwan, Penataran, Belahan, Sukuh dan Cetho.
Simbol Garuda ternyata sudah dipakai lebih dulu oleh kerajaan-kerajaan Hindu pada masa lalu. Salah satunya adalah Kerajaan Airlangga pada abad ke-11 yang menggunakan Garuda sebagai lambang kerajaan. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya temuan lambang Garuda pada prasasti-prasasti dari Kerajaan Airlangga.
Rancangan awal lambang Garuda Pancasila pertama kali dicetuskan oleh Sultan Hamid II, Menteri Zonder Portofolio ketika Indonesia masih berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS). Tokoh-tokoh lain yang terlibat dalam perumusannya yaitu M. Yamin dan Ki Hajar Dewantara.
Pada saat itu, 10 Januari 1950, pemerintah RIS membentuk sebuah panitia teknis yang diberi nama Panitia Lambang Negara di bawah koordinator Menteri Zonder Portofolio Sultan Hamid II. M. Yamin ditunjuk sebagai ketua yang memimpin Ki Hajar Dewantara, M.A. Pellaupessy, Muhammad Natsir, dan R.M. Ng. Purbatjaraka sebagai anggotanya.
Panitia tersebut kemudian menghasilkan dua rancangan lambang negara, satu dari Sultan Hamid II dan satu dari M. Yamin.
Usulan pertama dari Sultan Hamid II berbentuk burung Garuda yang memegang perisai berlambangkan lima sila dalam Pancasila. Wujud Garuda itu menyerupai tokoh Garuda dalam agama Hindu. Sedangkan usulan M. Yamin menggambarkan matahari terbit. Akan tetapi, karena dianggap mirip dengan bendera Jepang akhirnya usulan ini tidak dipilih.
Perubahan pada desain logo garuda, sumber:intisari.grid.id
Karena filosofi yang kuat dan setelah mengalami perbincangan yang cukup lama, akhirnya usulan Sultan Hamid II yang dipilih dengan syarat beberapa penyempurnaan.
Perbaikan itu diantaranya adalah penambahan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” dan bentuk Garuda yang tidak lagi menggunakan tubuh yang menyerupai manusia. Lambang tersebutlah yang dipakai hingga kini.
Dalam perjalanannya, lambang Garuda Pancasila pernah mengalami beberapa perubahan. Pada tahun 1958, sayap Garuda yang awalnya menghadap ke bawah diubah menjadi menghadap ke atas, melambangkan semangat kebangkitan bangsa Indonesia. Pada tahun 1967, gambar Pancasila juga mengalami perubahan, dengan ukuran bintang yang sebelumnya besar menjadi lebih kecil dan ditempatkan di atas gambar padi dan kapas.
Walaupun ada beberapa perubahan, makna dari lambang Garuda Pancasila tetap sama, yaitu sebagai simbol kekuatan, keberanian, dan kemakmuran bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila sebagai dasar negara.
Moreartmoreit adalah Portal Berita berbasis seni dengan informasi mengenai Musik, Kesenian Lokal, Event Kesenian hingga informasi Digital Kreatif yang aktual
©2025 MOREARTMOREIT.COM